Sebubus Merupakan salah satu desa di Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat Indonesia dengan beragam potensi sumber daya alam, flora dan fauna serta keanekaragaman hayati dan ekosistem.
Tuesday, January 17, 2023
Kunjungi Destinasi Wisata Sebubus Paloh Sambas
Monday, January 9, 2023
Mengolah Mangrove Menjadi Produk Unggulan
Mendengar nama mangrove tentunya sudah
banyak yang mengetahuinya, banyak manfaat dan kegunaanya secara ekologi seperti
menahan abrasi, penahan gelombang, penahan angin, intrusi air asin, tempat
biota laut dan sebagainya. Namun banyak yang masih belum mengetahui manfaat
lainnya seperti buah dan dan daun dari berbagai jenis mangrove dapat diolah
menjadi makanan dan minuman yang dapat menambah penghasilan ekonomi keluarga.
Bagi masyarakat pesisir tentunya pengolahan buah
dan daun mangrove ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat banyak yang belum
memanfaatkan potensi sumber ekonomi berkelanjutan ini, mengingat sumber daya
alam yang ada sangat melimpah di sekitar mereka. Salah satu contoh daerah yang
sudah mulai membuat produk berbahan baku mangrove adalah desa sebubus kecamatan
Paloh kabupaten sambas Provinsi Kalbar, walaupun masih sedikit dan masih
terbatas namun sudah membuat langkah yang baik dalam mengenalkan potensi yang
dapat dimanfaatkan kepada masyarakat luas.
Adapun jenis
mangrove yang sudah di olah adalah ebagai berikut :
1. Buah pidada atau gerambang (sonneratia ovata)
menjadi sirup, dodol, selai kue kering dan selai roti, permen.
2. Buah api-api (Avicenia) menjadi berbagai
olahan pudding, kue kering, selai, jus, sambal goring dan tepung.
3. Buah lindur atau tumok (bruguera gymnorrhiza)
menjadi tepung dan diolah menjadi kue kering, kripik dan berbagai campuran
makanan.
4. Buah nipah atau tembatok (nypa frutican)
menjadi gula, manisan, jus dan tepung untuk berbagai olahan kue.
5. Buah nyirih (xylocarpus granatum) dapat di
buat sabun, lulur ataupun bedak.
6. Daun jeruju (acanthus ilicifolius) menjadi
minum sejenis teh, kripik, dan obat-obatan.
Dalam hal ini masih
banyak peluang-peluang yang dapat dikembangkan lagi terkait pemanfaatan jenis-jenis
mangrove yang belum tersentuh, tentunya diperlukan banyak pelatihan dan
teknologi tepat guna serta penelitian yang diperlukan dalam menunjang kegiatan
pengolahan ini baik sebagai makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan bahkan
pewarna alami.
Buah mangrove termasuk buah musiman yaitu dalam setahun dua kali berbuah, dalam hal ini agar olahan mangrove ini selalu tersedia masyarakat dapat membuat buah-buah ini menjadi tepung agar tahan lama dan dapat setiap saat membuatnya menjadi makanan. Khusus mangrove jenis pidada atau gerambang (sonneratia ovata) buahnya selalu ada, namun untuk jenis ini pohonnya sudah mulai berkurang dikarenakan hidupnya diantara air payau dan air tawar di sekitar pemukiman penduduk sehingga ketika ada pengembangan bangunan rumah pohon ini di tebang.
Namun dalam mengatasi ketersedian buah, saat ini mulai dilakukan pembibitan dan penanaman kembali dilokasi yang cocok dan tepat agar pohon pidada atau gerambang ini dapat tumbuh dan tidak terganggu dengan aktifitas manusia. Untuk proses pengolahan buah ini sangat mudah bahkan buahnya bias langsung dimakan berbeda dengan buah jenis mangrove lain yang harus melalui tahapan pembuangan zat tertentu namun tidak terlalu rumit dengan bahan yang tersedia di kampung proses ini bisa dilakukan.
Dengan adanya manfaat mangrove ini tentunya sangat berdampak positif bagi masyarakat sehingga dapat diproduksi yang ada dapat dijual dan sebagai oleh-oleh pengunjung wisata, sehingga hutan mangrove yang masih berdiri kokoh dan alami dapat terjaga sampai ke anak cucu nanti. Masyarakat sejahtera hutan lestari, hutan lestari masyarakat sejahtera.
Selai Pidada |
Kue Kering Selai Pidada |
Sirup Mangrove dan Buah Nipah |
Sabun Buah Nyirih |
Puding api-api |
Puding Nipah dan Manisan Nipah |
Friday, November 20, 2020
MUTUSAN BERGEJOLAK LAGI
Mutusan merupakan daerah aliran sungai yang bermuara di sungai paloh dan laut paloh yang terdapat vegetasi hutan mangrove yang kondisinya masih bagus dan masih alami serta berbatasan dengan Taman Wisata Alam Tj. Belimbing atau dikenal dengan nama selimpai yang dikelola oleh BKSDA salah satu satwanya adalah penyu. Mutusan terletak di Desa Sebubus Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas yang sudah dikenal sejak tempo dulu hingga sekarang sebagai zona ekonomi tradisional masyarakat dalam mencari kepiting, ikan, udang, kepah, tengkuyung. Selain sebagai tempat mata pencaharian, sungai mutusan juga sebagai area pemancingan bagi komunitas para pemancing, masyarakat juga melakukan kegiatan penanaman mangrove di mutusan, hal ini sebagai bentuk kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang bekerjasama dengan Bapedas HL Pontianak dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sambas sehingga membawa Desa Sebubus mendapatkan penghargaan desa proklim tingkat nasional tahun 2018 dengan poin pendukungnya adalah hutan mangrove.
Hutan mangrove mutusan ini beberapa tahun yang lalu pernah terjadi
konflik antara masyarakat nelayan dengan pengusaha yang berkerjasama dengan
oknum masyarakat setempat, dimana mangrove mutusan akan dijadikan tambak. Hal
ini tentunya menimbulkan reaksi penolakan dengan adanya demo dari masyarakat
sampai hearing ke DPRD Sambas, chainsaw akibat membabat
mangrove mutusan sempat di
amankan. Setelah terjadi
pembabatan ini, tim dari pemda sambas turun ke lokasi mutusan untuk pengecekan.
Namun sayang proses penanganan masalah ini terhenti begitu saja, pada awalnya
mangrove mutusan adalah Hutan Produksi (HP) SK 259 kemudian berubah menjadi
Areal Penggunaan Lain (APL), karena perubahan status
kawasan hutan SK 936 sampai SK 733 menimbulkan konflik di masyarakat dan
menjadi pertanyaan besar, kenapa hutan mangrove yang jauh dari pemukiman di
putihkan bukannya kampung yang di putihkan. Mengingat status lahan sudah
berubah membuat daerah mutusan menjadi incaran para pengusaha maupun instansi
terkait untuk dijadikan tambak.
Baru-baru ini mutusan bergejolak lagi akan di jadikan tambak dengan
program kegiatan dari Balai Wilayah Sungai Kalimantan I Ditjen Sumber Daya Air
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat maupun Dinas Kelautan Perikanan
Sambas tentang Pembangunan Saluran Irigasi Tambak dan Tambak, tentunya kegiatan
ini mengundang reaksi penolakan dari masyarakat. Reaksi penolakan ini sudah
terlihat pada konsultasi publik tanggal (22/9/2020)
di aula kantor Camat Paloh, kemudian dilanjutkan pada kegiatan Pertemuan
Konsultasi Masyarakat (PKM) di aula Bappeda Sambas tanggal (3/11/3020) apalagi
data yang disampaikan oleh pihak yang akan melakukan kegiatan terdapat kejanggalan.
Jika melihat dari beberapa kali pertemuan sudah jelas bahwa beberapa perwakilan tokoh masyarakat seperti Sahani, B. Syafrani, Jasman, Ramli , Darmawan
salah satu penggiat lingkungan, tokoh pemuda sebubus dan lainnya menolak kegiatan yang akan merusak hutan
mangrove mutusan dan
sekitarnya.
Yang menjadi pertanyaan lagi dalam hal ini adalah apakah masih akan
dilanjutkan kegiatan irigasi tambak dan tambak yang sudah jelas masyarakat
menolak dan kenapa mesti ngotot dan dipaksakan, apakah hanya memikirkan proyek
besar apalagi sudah sampai
pada penyusunan draf amdal. Bapedas HL pada bulan oktober 2020
mengadakan verifikasi lapangan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (RHL) khusus
mangrove di desa sebubus dengan keterlibatan KPH sambas di Hutan Lindung (Hutan
Desa) dan LH Sambas di APL dan hasilnya mangrove di dua areal ini tidak ada
yang perlu ditanami lagi mangrove karena masih bagus kecuali cetak sawah di
beberapa titik yang dulunya adalah lokasi mangrove yang sekarang kondisinya
terabaikan menjadi lahan terbuka tanpa tanaman padi. Mengingat cetak sawah ini
berdekatan dengan sungai paloh dan hanya dibentengi dengan pematang sawah,
sehingga air asin masuk.
Mangrove mutusan dan sekitarnya yang ada di desa sebubus tak hanya
berfungsi sebagai mata pencaharian kaum lelaki maupun perempuan, namun juga
sebagai pensuplai bibit mangrove bagi daerah lain yang terkena dampak abrasi
yang perlu ditanami kembali sebagai benteng gelombang laut dan angin. Timbul
pemikiran ketika hutan mangrove yang masih bagus dan alami di babat dan
dihancurkan, ketika terjadi abrasi apakah warga masyarakat sebubus harus
membeli bibit dari luar dan membeli kepiting, kepah, tengkuyung, terigang dari
desa lain. Saat ini buah dan daun mangrove sudah mulai dimanfaatkan menjadi
olahan berbagai kuliner makanan maupun minuman yang dapat menambah penghasilan
ekonomi keluarga berkelanjutan.
Dengan gencarnya program Pemerintah tentang restorasi dan reboisasi di sisi
lain ada program yang akan menghancurkan sungguh sedih jika hal ini terjadi. Pada
jaman sekarang dengan penelitian dan teknologi, untuk meningkatkan ekonomi
masyarakat pesisir di bidang budidaya perikanan banyak alternatif yang
ditawarkan tanpa harus membuka lahan seluas-luasnya salah satu contohnya adalah
sistem Bioflok, nelayan ramah lingkungan dan lainnya . Warga masyarakat mengingkan
lokasi mangrove mutusan dijadikan hutan lindung desa atau apapun sebutan namanya
yang penting secara hukum dilindungi, dan masyarakat juga berharap kepada para
pemangku kebijakan harus memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi lingkungan
untuk masa akan datang bukan hanya memikirkan kondisi sesaat demi meloloskan
proyek yang berakibat masyarakat akan menanggung kerugian berkepanjangan jika
ekosistem rusak.
BUKAN DESA LINTASAN
Dengan terbukanya akses jalan menuju daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia (sarawak) di Kecamatan Paloh Kabupaten sambas, membuat daerah pesisir ini mulai dikenal dengan destinasi wisata alamnya yang indah dan menarik serta wisata buatan. Salah satu yang sering dikunjungi wisatawan adalah Desa Temajuk yang terletak di ekor pulau kalimantan, untuk menuju tempat ini tentunya melewati beberapa desa seperti Desa Sebubus yang berbatasan langsung dengan Temajuk dan juga memiliki batas dengan malaysia.
Sebubus tentunya dalam hal ini juga harus berbenah sehingga bukan hanya jadi desa lintasan, sebubus memiliki pantai yang tak kalah indah dan menariknya seperti temajuk dan menjadi pantai primadona bagi penyu untuk bertelur. Pantai di desa sebubus mulai sungai ubah, sungai belacan, tanjung api, kemuning, kampak, mutusan dan yang sudah terkenal sejak dulu adalah pantai selimpai atau Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing. Selain pantai sebubus juga memiliki DAS Paloh (Daerah Aliran Sungai) yang panjang dan bercabang-cabang serta banyak anak sungai dengan vegetasi hutan mangrove. Hutan mangrove sebubus yang kondisinya masih baik dan bagus dengan berbagai jenis flora maupun fauna endemik kalimantan yaitu bekantan dengan populasi yang mulai meningkat setiap tahunnya.
Untuk mendukung destinasi wisata di desa sebubus, Earthqualizer memfasilitasi kegiatan pelatihan pengembangan desa wisata yang dilaksanakan pada (15-17/10/2020) dengan menghadirkan narasumber dari Ketua Asosiasi Desa Wisata Indonesia (Asidewi) Andi Yuwono dan Dewi Sapitri Yok Kita Jelajah Khatulistiwa Tour. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Disparpora Sambas, Camat Paloh, Kades Sebubus, WWF Paloh dengan perwakilan peserta dari berbagai dusun di sebubus melalui Lembaga pengelola Hutan Desa, Kelompok Usaha Perhutanan Sosial/Kelompok Tani Hutan, Pengelola Home Stay, Pengolah Kuliner, Pengolah Kerajinan Tangan, Genpi Sambas, Pokdarwis Kalilaek dan organisasi Kalilaek yang ikut membantu dalam pelaksanaan kegiatan ini serta diliput oleh JW TV Sambas.
Kegiatan dihari pertama fiel trip melihat pengolahan kuliner berbahan mangrove, budidaya kelulut, susur sungai mutusan dan sungai paloh dengan keindahan hutan mangrove yang alami dan mengenalkan beberapa jenis buah mangrove yang bisa diolah menjadi sirup, dodol, selai, kue kering, kue basah, manisan, keripik, teh, lulur dan juga tepung mangrove. Kemudian dilanjutkan pemantauan bekantan di lokasi ecowisata mangrove yang tidak jauh dari pemukiman penduduk. Setelah tiba di home stay dari fiel trip susur sungai, narasumber mencicipi olahan kuliner mangrove dan mencoba luluran dari buah mangrove.
Dalam pelatihan kali ini beberapa kata sambutan sebagai pembuka di sampaikan oleh Kades, Camat dan Dinas Parpora. Makanan maupun minuman berbahan mangrove disuguhkan dalam kegiatan untuk mengenalkan dan mempromosikan kepada tamu undangan dan peserta bahwa produk yang dihasilkan dari mangrove dapat dijadikan sebagai makanan khas dan oleh-oleh. Narasumber memberikan materi yang sangat menarik tentang pengembangan desa wisata dan branding, tata kelola desa wisata pada era baru dan materi pelatihan manajemen tata kelola destinasi (sop, standard homestay dan pelayanan, budgeting dan pembukuan, kuliner dan lain sebagainya serta Pengemasan Produk Wisata Menjadi Paket Wisata.
Dalam kegiatan ini juga Andi yuwono memberikan buku tentang Desa Wisata kepada : Disparpora, Yok Kita Tour dan kepada perwakilan desa. Pada sesi terakhir peserta dibagi dalam dua kelompok kecil dan diminta untuk membuat rencana paket wisata yang akan ditawarkan yang, dan menyampaikan hasil rencana paket secara bergantian. Dari hasil yang dibuat tentunya banyak saran dan masukan dari narasumber yang sangat berguna dalam pengembangan wisata dan desa sebubus layak untuk dijadikan desa wisata dengan melihat kategori atau syarat-syarat yang sudah mencukupi. Melalui kegiatan ini tentunya sangat memacu semangat untuk terus bergerak membuat terobosan baru dalam mengembangkan potensi desa.